Kita sudah saling kenal bukan ?
Memang cuma sesaat
Tapi itu sudah cukup bagi jiwa ini
Akankah senja itu terulang ?
Mungkin . . . Akan q sangsikan . . .
Karena sekarang kau telah pergi
(Hendra Veejay, Senja Kala Bercinta)
Sosok biru menahan jiwa yang memang sudah ada
Sosok lama yang sudah hadir serupa kabut senja
Aku tahu kau ada
Tapi untuk siapa ?
Memiliki itu seperti sel atau seperti fatamorgana ?
Dia akan pecah dari satu menjadi seribu
Tapi dia akan hilang kalau tersentuh sebelum waktunya
Maka kita tetap harus menyimpannya
Suka atau tidak suka
Alur sungai di pipi ini telah kering
Tapi dia mungkin akan kembali seiring waktu, seiring doa, seiring rasa
Tuhan,, biarkan mata ini jadi saksi sendiri
Bahwa dia sudah menangis
Karna satu rasa yang terlalu besar
karena satu rasa yang ada
Ajarkan aku menjadi naif
Senaif dirimu yang mampu tersenyum dalam beban
Atau setidaknya ajarkan aq lagi
Untuk menerima tanpa harus hanyut
Siapa kau itu ?
Adakah kita ini kekasih setia
Di dunia samsara masa lalu
Atau kita hanya sekadar pertautan jiwa
Yang tak kau cari namun terus ada ?
Aku kangen bukan padamu . . .
Tapi pada jiwamu . . . Ketegaranmu . . . Kemisterianmu . . . sosokmu . . .
Tapi kau pilihanku,,
Tolong ceritakan padaku
Apakah cinta masih punya arti bagi kita ?
Sedang nyata kita sudahterlelap
Dalam remang bilik yang kita bangun sendiri
Separuh nafas ku kau pinta
Aku coba berkaca pada air mata
Bertanya pada suara yang lelah
Apa aku masih punya yang kau pinta ?
Selembar kebahagiaan melayang
Lalu mendarat dipinggir malam
Dan menjelma puisi
Tentang dua manusia, Tuhan, dan cinta
Secerah fajar menebar sasmita
Pagi pun tersenyum
haru pun bernyanyi
(Nurfahmi Taufik Al-Shaab, Tentang Pernikahan)
Cahaya biru berlapis sejemput kelam turun menciumi kabut
Menemani sosok anak Adam terbaring gelisah di tempat tidurnya
Sambil membawa satu-satu tarikan nafasnya
yang berisikan cinta yang terlihat jelas
Jangan kau ganggu sebab tak pernah akan kau temukan
gelembung-gelembung cinta seperti itu
Walau kau cari seratus abad lamanya dari setiap hati mereka
Yang melintas tergesa di hadapanmu
Ternyata kali ini aku tersudut pada suatu kepastian
Yang gigih menepis semua kekuatanku tak terlepas
Saat berikutnya
Aku terjebak dalam persidangan
Selama ini aku yang selalu ku ingkari
Hari itu berlalu
Tertiup jam yang diganti menit
Dan menit pergi tak kembali
Meninggalkan sesal dan detik terakhir
Yang tak mampu mengusir galau
Jangan tanya mengapa
Karena detik hanya detak jantung
Yang tak kembali
Tak satu pun ada yang ingin tertutup kabut
Namun jika angin salah menyampaikan salam
Apakah berarti harus berlalu dalam diam ?
Aku hanya ingin menyapa cinta
pada beyangan yang semakin maya
Sunggguh . .
Aku tak ingin kehilangan mentari lagi . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar sesuai pendapat masing-masing...
tapi harus diinget,, isi komentar gak boleh ada unsur amoral... ok!!!