Rabu, 23 Juni 2010

Something real

Kecewa ini tak pantas ku bawa
Entah pada siapa atau pada apa harus kutimpakan
Kekecewaan q ini tak bermuara
Tak sanggup lagi diri ini mengadu luka
Bahkan limpahanrasa dalam air mata
Tuhan . . . 
Perkenankan aq mati untuk sementara,,,
(Aurasinai, Kulsedak)






                     Saat senja menyapa riang
                     Kita sudah saling kenal bukan ?
                     Memang cuma sesaat
                     Tapi itu sudah cukup bagi jiwa ini
                     Akankah senja itu terulang ?
                     Mungkin . . . Akan q sangsikan . . .
                     Karena sekarang kau telah pergi
                     (Hendra Veejay, Senja Kala Bercinta)



Sosok biru menahan jiwa yang memang sudah ada
Sosok lama yang sudah hadir serupa kabut senja
Aku tahu kau ada
Tapi untuk siapa ?

Memiliki itu seperti sel atau seperti fatamorgana ?
Dia akan pecah dari satu menjadi seribu
Tapi dia akan hilang kalau tersentuh sebelum waktunya
Maka kita tetap harus menyimpannya
Suka atau tidak suka

Alur sungai di pipi ini telah kering
Tapi dia mungkin akan kembali seiring waktu, seiring doa, seiring rasa

Tuhan,, biarkan mata ini jadi saksi sendiri
Bahwa dia sudah menangis
Karna satu rasa yang terlalu besar
karena satu rasa yang ada

Ajarkan aku menjadi naif
Senaif dirimu yang mampu tersenyum dalam beban
Atau setidaknya ajarkan aq lagi
Untuk menerima tanpa harus hanyut

Siapa kau itu ?
Adakah kita ini kekasih setia
Di dunia samsara masa lalu
Atau kita hanya sekadar pertautan jiwa
Yang tak kau cari namun terus ada ?

Aku kangen bukan padamu . . .
Tapi pada jiwamu . . . Ketegaranmu . . . Kemisterianmu . . . sosokmu . . .
Tapi kau pilihanku,,

Tolong ceritakan padaku
Apakah cinta masih punya arti bagi kita ?
Sedang nyata kita sudahterlelap
Dalam remang bilik yang kita bangun sendiri

Separuh nafas ku kau pinta
Aku coba berkaca pada air mata
Bertanya pada suara yang lelah
Apa aku masih punya yang kau pinta ?

Selembar kebahagiaan melayang
Lalu mendarat dipinggir malam
Dan menjelma puisi
Tentang dua manusia, Tuhan, dan cinta
Secerah fajar menebar sasmita
Pagi pun tersenyum
haru pun bernyanyi
(Nurfahmi Taufik Al-Shaab, Tentang Pernikahan)



                     Cahaya biru berlapis sejemput kelam turun menciumi kabut
                     Menemani sosok anak Adam terbaring gelisah di tempat tidurnya
                     Sambil membawa satu-satu tarikan nafasnya 
                     yang berisikan cinta yang terlihat jelas
                     Jangan kau ganggu sebab tak pernah akan kau temukan 
                     gelembung-gelembung cinta seperti itu
                     Walau kau cari seratus abad lamanya dari setiap hati mereka 
                     Yang melintas tergesa di hadapanmu




Ternyata kali ini aku tersudut pada suatu kepastian
Yang gigih menepis semua kekuatanku tak terlepas
Saat berikutnya
Aku terjebak dalam persidangan
Selama ini aku yang selalu ku ingkari



                     Hari itu berlalu
                     Tertiup jam yang diganti menit
                      Dan menit pergi tak kembali
                     Meninggalkan sesal dan detik terakhir
                     Yang tak mampu mengusir galau
                     Jangan tanya mengapa
                      Karena detik hanya detak jantung
                     Yang tak kembali


Tak satu pun ada yang ingin tertutup kabut
Namun jika angin salah menyampaikan salam
Apakah berarti harus berlalu dalam diam ?
Aku hanya ingin menyapa cinta
pada beyangan yang semakin maya
Sunggguh . . 
Aku tak ingin kehilangan mentari lagi . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar sesuai pendapat masing-masing...

tapi harus diinget,, isi komentar gak boleh ada unsur amoral... ok!!!