Rabu, 17 Maret 2010

Kerisauan..

Dear.. my blog...
aq sadar semua berawal dari kesalahan q...
aq tersudut,, karena kebodohan ku.. dan cara keangkuhanku ..

aq kadang tak mengerti,, mengapa mereka sulit untuk memahami ku... setelah bertahun hidup bersama q... mereka bagai tak mengenal siapa aq...

Tuhan.....
ingin menangis rasanya tiap hari....
menangisi dan mencurahkan semua kekecewaan ku... terhadap mereka.. kepadaMu..

aq minta maaf,, bila aq salah...


semoga kalian bisa menerima q kembali...





_Ayah... &...Ibu...Q tersayang..._


Aq sangat merindukanmu.......

Senin, 01 Maret 2010

http://sodiycxacun.blogspot.com/2010/01/variasi-jenis-kemasan-dan-lama.html

VARIASI JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA JAM ROSELLA (Hibiscus sabdariffa) 

VARIASI JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN
PADA SUHU DINGIN TERHADAP KADAR VITAMIN C DAN DAYA TERIMA JAM ROSELLA (Hibiscus sabdariffa)

Proposal Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat S-1

Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :
Dewi Kumalasari
G2D005001

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SEMARANG
Mei 2009


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa) termasuk salah satu anggota famili Malvaceae (tanaman penghasil serat). Masyarakat Indonesia belum banyak yang memanfaatkan tanaman rosella. Sementara di negara lain, rosella sudah banyak dimanfaatkan sejak lama. Sebenarnya seluruh bagian tanaman mulai dari buah, kelopak bunga, mahkota bunga dan daunnya dapat dimakan. Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan salad, saus, sup, minuman, sari buah, asinan, jam, pudding, sirup dan jeli. Umumnya tanaman ini tersedia dan dipasarkan dalam bentuk kering, tetapi penyediaan yang terbaik adalah dalam bentuk segar (Maryani dan Kristiana, 2005).
Kelopak bunga rosella dalam bentuk segar memiliki kandungan gizi yang masih utuh jika dibandingkan dengan kelopak bunga rosella yang sudah dikeringkan. Kelopak bunga rosella yang dikeringkan kandungan gizinya akan berkurang karena tidak semua zat gizi stabil dalam pemanasan. Syamsul (2008) menyebutkan bahwa kelopak bunga rosella banyak mengandung vitamin C, vitamin A dan asam amino. Kandungan vitamin C kelopak bunga rosella, 3 kali lipat buah anggur hitam, 9 kali lipat jeruk citrus, 10 kali lipat buah belimbing, dan 2,5 kali lipat kadar vitamin C dalam jambu biji.
Kandungan gizi kelopak bunga rosella yang baik dan tinggi menjadi pokok permasalahan yang akan dianalisa lebih lanjut tentang proses pengolahan dan kandungan vitamin C-nya. Analisa tersebut akan dikaitkan dengan pengaruh kemasan gelas jam dan kemasan cup plastik serta penyimpanan suhu dingin dalam jangka waktu tertentu, apakah akan berpengaruh terhadap kadar vitamin C dan daya terima masyarakat terhadap jam rosella.
Bahan pangan dalam kondisi penyimpanan normal akan mudah mengalami reaksi – reaksi atau perubahan sehingga bahan pangan tersebut tidak dapat dipakai lagi. Kondisi penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan mutu dan bahkan mempercepat kerusakan bahan pangan. Suhu, kadar air dan kelembaban merupakan penyebab kerusakan bahan pangan (Muctadi, 1989).
Bahan pangan agar lebih tahan lama maka dilakukan proses pengemasan. Pengemasan dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan bahan pangan dan menambah umur simpan. Pengemasan menurut Buckle,dkk (1987) merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang lebih besar dari pada yang biasanya diketahui. Pada pengemasan jam sering dijumpai menggunakan kemasan gelas jam, cup plastik dan plastik biasa. Kemasan akan mempengaruhi kandungan gizi yang ada di dalamnya. Vitamin C merupakan vitamin yang labil sehingga harus dipilih pengemasan yang sesuai dengan sifat – sifat vitamin C.
Jam rosella merupakan produk baru dan merupakan produk yang tidak sekali pakai sehingga memerlukan penyimpanan. Pada proses penyimpanan akan mempengaruhi sifat organoleptik dari bahan seperti rasa, aroma, warna dan tekstur. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui lama penyimpanan suhu dingin yang optimum, oleh karena itu perlu dicari penyimpanan yang sesuai daya terima konsumen dan masih mengandung kadar vitamin C yang tinggi. Uji organoleptik dilakukan pada tiap tahapan penyimpanan agar diketahui daya terima masyarakat terhadap daya simpan jam rosella.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh variasi kemasan dan lama penyimpanan pada suhu dingin terhadap kadar vitamin C dan daya terima jam rosella.


C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variasi kemasan dan lama penyimpanan pada suhu dingin terhadap kadar vitamin C dan daya terima jam rosella.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a. Analisis kadar vitamin C dan daya terima jam rosella pada penyimpanan 0 hari, 5 hari, 10 hari, dan 15 hari pada suhu dingin dengan kemasan gelas jam dan cup plastik.
b. Menganalisis secara statistik pengaruh variasi kemasan dan lama penyimpanan pada suhu dingin terhadap kadar vitamin C dan daya terima jam rosella.

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Meningkatkan nilai ekonomis dan menambah aneka ragam olahan kelopak bunga rosella.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh variasi kemasan dan lama penyimpanan pada suhu dingin yang optimum terhadap kadar vitamin C dan daya terima jam rosella.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A. Rosella
1. Mengenal Rosella
Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa) tidak diketahui pasti berasal dari daerah mana, namun ada yang mengatakan rosella berasal dari India namun ada pula yang menyebut asalnya dari Afrika Barat. Rosella merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5 – 3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi, pangkal berlekuk. Panjang daun 6 – 15 cm dan lebarnya 5 – 8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau, dengan panjang 4 – 7 cm. Bunga rosella yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal, artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga ini mempunyai 8 – 11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan, dan berwarna merah (Maryani dan Kristiana, 2005).
Kelopak bunga rosella sering dianggap sebagai bunga oleh masyarakat. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman. Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari lima helaian, panjangnya 3 – 5 cm. tangkai sari yang merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari berukuran pendek dan tebal, panjangnya sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5 mm. putiknya berbentuk tabung, berwarna kuning atau merah. Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut, terbagi menjadi lima ruang, berwarna merah. Bentuk biji menyerupai ginjal, berbulu, dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu – abu (Maryani dan Kristiana, 2005).
2. Keunggulan Rosella
Rosella memiliki kandungan vitamin C yang tinggi. Rosella juga memiliki rasa yang sangat asam sehingga menjadikan keunggulan jika dibandingkan dengan produk lain yaitu tidak harus menambahkan pengasam karena pH pada rosella memang sudah asam. Rasa masam pada kelopak rosella yang menyegarkan karena memiliki dua komponen senyawa asam yang dominan yaitu asam sitrat dan asam malat (Mardiah, 2009)

Produk Rosella
Kelopak segar bunga rosella di India Barat dan daerah atau tempat – tempat yang beriklim tropis dimanfaatkan sebagai pewarna dan perasa dalam membuat anggur rosella, jeli, sirup, gelatin, minuman segar, pudding dan cake. Kelopak kering biasa dimanfaatkan untuk membuat teh, jeli, jam, es krim, serbat, mentega, pai, saus, tart dan makanan pencuci mulut lainnya. Pada pembuatan jeli rosella, tidak perlu ditambahkan pektin untuk memperbaiki tekstur, karena kelopak sudah mengandung 3,19%. Bahkan di Pakistan, rosella direkomendasikan sebagai sumber pektin untuk industri pengawetan buah (Maryani dan Kristiana, 2005).
Jam rosella merupakan jam yang terbuat dari kelopak bunga rosella. Menurut Buckle (1987), produk jam adalah suatu produk yang diolah menjadi suatu struktur seperti gel. Sifat – sifat yang penting dari produk jam dan serta beberapa produk yang serupa termasuk kestabilannya terhadap mikroorganisme dan struktur fisiknya adalah dikendalikan oleh sejumlah faktor yaitu (1) Kadar gula yang tinggi biasanya dalam kisaran padatan terlarut antara 65 - 68%. (2) pH rendah, biasanya dalam kisaran antara 3,2 - 3,4 tergantung pada tipe pektin dan konsentrasi. (3) Aw biasanya dalam kisaran antara 0,75 - 0,83. (4) Suhu tinggi selama pendidihan atau pemasakan (105 - 1060 C) kecuali jika diuapkan secara vakum dan dikemas pada suhu rendah. (5) Tegangan oksigen rendah selama penyimpanan (misalnya jika diisikan ke dalam wadah-wadah hermatik dalam keadaan panas).
Menurut Lies (2005), beberapa faktor yang dapat mempengaruhi atau ikut menentukan mutu produk akhir jam antara lain pertama penampilan Produk. Penampilan produk pada dasarnya menyangkut 2 (dua) hal, yaitu yang pertama adalah warna yang diberikan pada produk pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan penampilan produk, pewarnaan dilakukan berdasarkan bahan baku yang digunakan. Untuk bahan baku yang berwarna putih atau masih mentah perlu dilakukan pewarnaan sehingga warnanya yang kurang menarik menjadi lebih menarik. Namun apabila yang digunakan buah – buahan yang masih menggakal yang telah memiliki sedikit warna, maka proses pewarnaan dapat dilakuakan ataupun tidak tergantung selera dan kebutuhan. Untuk jam dari rosella tidak memerlukan pewarnaan karena rosella sudah memiliki warna merah yang cukup menarik. Kedua adalah kemasan. Produk yang dikemas tampak lebih menarik dan terkesan mahal. Dengan dikemas, produk dapat dan “pantas” dipasarkan melalui toko – toko besar, supermarket dan pasar – pasar swalayan. Pada umumnya, konsemen lebih menyukai produk yang dikemas karena terkesan higienis. Kedua adalah aroma dan Cita Rasa.
Produk olahan buah – buahan, unsur aroma dan cita rasa merupakan persyaratan pokok yang harus dimiliki. Buah – buahan yang sudah matang telah memiliki aroma dan cita rasa spesifik yang kuat, sedangkan buah yang masih mentah dan mengkal, aroma dan cita rasanya spesifik tersebut belum muncul secara kuat. Dengan demikian, dalam pengolahannya masih perlu dan harus ditambahkan aroma dan cita rasa pemantap yang sesuai. Ketiga adalah kadar gula. Kandungan gula dalam produk - produk olahan yang berupa manisan maupun sirup sangat dominan, sangat menentukan dapat tidaknya produk awetan disebut manisan. Makin tinggi kadar gula yang terkandung dalam produk manisan berarti makin tinggi mutu produknya. Keempat adalah daya simpan. Semakin tinggi daya simpan produk berarti semakin tinggi pula mutu produknya. Biasanya pembeli lebih menyukai produk-produk yang tahan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.

B. Vitamin C
Kelopak bunga rosella sangat banyak mengandung vitamin C. Vitamin C merupakan kristal putih yang mudah larut dalam air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C adalah vitamin yang paling labil (Almatsier, 2003).
1. Struktur Kimia Vitamin C
Vitamin yang tergolong larut dalam air adalah vitamin C dan
vitamin - vitamin B kompleks. Vitamin C dapat berbentuk sebagai asam
L-askorbat dan asam L-dehidroaskorbat; keduanya mempunyai keaktifan
sebagai vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara
reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat
secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut
menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. Vitamin C disintesis secara alami baik dalam tanaman maupun hewan, mudah dibuat secara sintetis dari gula dengan biaya yang sangat rendah (Winarno, 2004).


2. Pengaruh Penyimpanan Suhu Dingin tehadap Kadar Vitamin C
Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan pangan. Pada penyimpanan berbagai aspek perlu dipertimbangkan mulai dari aspek karakteristik bahan, pengontrolan kodisi lingkungan, perhitungan teoritis untuk memilih jenis kemasan dan perkiraan lama penyimpanan serta aspek ekonomi. Penyimpanan suhu kamar biasanya berkisar antara 60 – 1000F atau 36 – 370C (Desrosier, 2008).
Menurut Winarno (2004) Penyimpanan suatu produk akan mengalami penurunan nilai gizi khususnya vitamin C karena sifatnya mudah rusak. Produk - produk yang mengandung kadar vitamin C tinggi selama penyimpanan akan mengalami penurunan kadar vitamin C yang disebabkan karena terjadinya proses oksidasi vitamin C.
Penurunan kadar vitamin C selama penyimpanan juga dapat disebabkan karena reaksi pencoklatan non enzimatik, yang merupakan tahap awal dari berlangsungnya reaksi maillard karena asam askorbat merupakan reduktor dan juga berfungsi sebagai pembentuk warna coklat non enzimatis. Dengan demikian pencoklatan akibat vitamin C akan menurunkan kadar vitamin C, gula, dan protein. Kondisi penyimpanan yang terlalu panas serta adanya cahaya dapat pula mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin C dalam suatu bahan pangan yang disimpan (Syarief, 1993).
Perubahan cita rasa, perubahan warna, kehilangan zat gizi dan kehilangan tekstur relative lebih cepat terjadi diatas suhu 150 F (dibandingkan dengan suhu 00 F atau lebih rendah). Semakin rendah suhunya semakin lambat laju kehilangan asam askorbat, dengan adanya fruktuasi suhu maka beberapa produk lebih cepat menjadi rusak. Selama dalam tahap - tahap pengolahan dapat terjadi kehilangan - kehilangan zat gizi. Kehilangan vitamin - vitamin berlangsung terus sepanjang pelaksanaan pengolah¬an, misalnya selama blansing dan pencucian, pemotongan dan penggi¬lingan. Terkenanya jaringan - jaringan oleh udara akan menyebabkan hilangnya vitamin C karena oksidasi. Umumnya kehilangan vitamin C terjadi bilamana jaringan dirusak dan terkena udara. Selama pe¬nyimpanan dalam keadaan dingin kehilangan vitamin C akan berlang¬sung terus. Makin tinggi suhu penyimpanan makin besar terjadinya kerusakan zat gizi. Dalam bahan pangan yang disimpan dingin kehilangan yang lebih besar dijumpai terutama pada vitamin C dari pada vitamin yang lain. Blansing untuk menginaktifkan enzim adalah penting untuk melin¬dungi, tidak hanya vitamin - vitamin akan tetapi juga kualitas bahan pangan dingin pada umumnya (Desrosier, 2008).

C. Pengemasan
1. Fungsi Kemasan
Menurut Buckle, dkk (1987), pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi - fungsi utama yaitu : (1) Dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberi¬kan perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya. (2) Memberi perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik, air, oksigen dan sinar. (3) Berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan ke da¬lam kemasan. Hal ini berarti bahan pengemas harus sudah diran¬cang untuk siap pakai. (4) Mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk me¬nurut rancangan, di mana bukan saja memberi kemudahan pada konsumen misalnya kemudahan dalam membuka atau menutup kembali wadah tersebut, tetapi juga harus dapat mempermudah pada tahap selanjutnya selama pengelolaan di gudang dan sela¬ma pengangkutan untuk distribusi. Terutama harus dipertim¬bangkan dalam ukuran, bentuk dan berat dari unit pengepakan. (5) Memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjua¬lan. Unit - unit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindunginya dan melindungi apa yang dijual.
2. Resiko Pengemasan
Pengemasan memiliki resiko – resiko tertentu yang berhubungan dengan bahan – bahan pengemas, proses pengemasan dan system distribusi. Sebelum teknik pengepakan dan bahan – bahan pengemas dapat dipergunakan secara efisien adalah perlu untuk menentukan mutu standar yang baik bagi bahan maupun prosesnya. Kondisi pengemasan harus sedemikian rupa sehingga dapat menekan kemungkinan tercemar oleh mikroorganisme. Dalam beberapa hal sangat diperlukan jaminan bahwa telah disterilkan sebelum digunakan atau sterilisasi dilakukan setelah wadah diisi. Resiko lainnya termasuk kemungkinan masuknya komponen beracun dari bahan pengemas kedalam bahan pangan atau pemindahan bau dari bahan pengemas ke produk bahan pangan (Buckle dkk, 1987).
3. Standar Mutu Bahan Pengemasan
Pengeturan standar mutu dari pengemasan sangat penting seperti halnya pengaturan standar mutu bahan pangan itu sendiri. Ada dua tahapan pengembangan dari suatu standar mutu pengemasan untuk suatu produk pangan. Pertama untuk membuktikan bahwa bahan pengemas cukup memadahi, kemungkinan secara teknik laboratorium pada contoh pertama dan dilanjutkan pada percobaan kecil dilapangan. Dalam fase ini, bahan pangan dikemas dan disimpan dalam kondisi yang telah ditentukan untuk jangka waktu yang telah ditentukan dan pengujian yang dibutuhkan, baik organoleptik maupun kimiawi, dilakukan untuk menentukan keadaan bahan pangan dalam suatu selang waktu (Buckle dkk, 1987).
D. Uji Organoleptik
Pada uji organoleptik yang digunakan pada analisa daya terima jam rosella adalah uji hedonik. Uji organoleptik jam rosella bertujuan untuk mengetahui seberapa besar daya terima masyarakat terhadapa jam rosella. Jam rosella yang berasa masam tidak semua orang menyukainya. Uji organoleptik ini yang dinilai adalah warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji organoleptik ini menggunakan panelis agak terlatih dengan menggunakan 20 orang sebagai panelis.
1. Warna
Faktor warna merupakan faktor penentu mutu bahan makanan dan kadang sangat menentukan suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan layak dikonsumsi atau tidak. Suatu bahan pangan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan menyimpang dari warna yang seharusnya maka konsumen tidak akan tertarik untuk membelinya. Selain itu warna dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan. Baik atau tidaknya cara pencampuran atau pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
Warna merah dari jam rosella merupakan warna asli dari kelopak bunga rosella sehingga jam rosella tidak harus menggunakan pewarna untuk memperindah warna jam.


2. Aroma
Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia, senyawa volatile yang tercium oleh syaraf – syaraf olfaktori yang berada dirongga hidung ketika bahan pangan masuk kemulut. Sensasi atau rangsangan tersebut senantiasaakan menimbulkan kelezatan, yang kemudian dapat mempengaruhi tingkat atau daya terima panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan tertentu.
3. Rasa
Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup – kuncup cecapan yang terletak pada papila yaitu bagian pada lidah. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.sumber rasa manis yaitu gula sedangkan rasa asin adalah garam organik biasanya NaCl murni. Selain itu sehu makanan akan mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa. Makanan yang terlalu panas akan membakar lidah dan merusak kepekaan kuncup cecapan, sedangkan makanan dingin akan membius kuncup cecapan sehingga tidak peka lagi (Winarno, 2004).
Jam rosella merupakan produk yang berasa manis dan asam. Rasa manis ditimbulkan dari penambahan gula dengan konsentrasi tinggi, sedangkan rasa asam dikarenakan rosella mengandung asam sitrat dan asam malat dalam jumlah tinggi sehingga rasa asam tersebut menjadi ciri khas produk rosella.
4. Tekstur
Menurut Winarno (2004), testur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari penelitian – penelitian yang dilakukan bahwa perubahan tekstur dan viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi rangsangan sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur.
Tekstur pada jam kelopak bunga rosella haruslah memiliki daya oles yang baik supaya memenuhi syarat jam yang baik.
Jam kelopak bunga rosella merupakan produk baru sehingga proses pembuatannya harus disesuaikan dengan prosedur – prosedur pembuatan jam pada umumnya agar didapatkan produk jam yang sesuai dengan criteria – criteria mutu organoleptik jam yang ada dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).

F. Hipotesa
Ada pengaruh variasi kemasan dan lama penyimpanan terhadap kadar vitamin C dan daya terima pada jam rosella.








BAB III
METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dibidang teknologi pangan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Pembuatan Jam Rosella dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Analisa vitamin C Jam rosella dilakukan di Laboratorium Kimia dan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Waktu pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan proposal : November 2009 – Mei 2009
2. Penelitian : Mei 2009 – Juni 2009
3. Analisa data : Juni 2009 – Juli 2009
4. Penyusunan skripsi : Juli 2009 – Agustus 2009
C. Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan beberapa uji penelitian yaitu yang pertama adalah membuat jam rosella. Jam rosella dibuat dari bubur kelopak rosella dengan penambahan gula pasir yaitu dengan perbandingan 1 : 1, dengan sedikit penambahan air. Kemudian jam rosella yang telah jadi diberi dua perlakuan pengemasan yaitu dikemas dalam gelas jam bening dengan ukuran 100 g dan dikemas dalam cup plastic bening dengan ukuran 100 g.
Setelah dilakukan pengemasan tahap selanjutnya adalah disimpan dalam suhu dingin dengan jangka waktu yang telah ditentukan yaitu 0 hari sebagai control, 5 hari, 10 hari, 15 hari. Suhu yang digunakan dalam penyimpanan adalah antara 10 sampai 130 C pada refrigerator. Tiap – tiap batasan waktu jam di analisa kadar vitamin C dan daya terima, sehingga akan didapatkan hasil yang nantinya akan dianalisa secara statistik untuk menentukan pembahasan dan kesimpulan.
D. Bahan dan Alat
Bahan dan alat – alat yang digunakan atau dipakai dalam analisa ini mulai dari analisa awal hingga analisa akhir adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan Jam Rosella
Bahan yang digunakan untuk pembuatan jam rosella adalah kelopak bunga rosella segar yang dicampur dengan gula dengan perbandingan 1 : 1. Kelopak bunga rosella dipetik dari kebun sendiri (samping rumah) di Ungaran tepatnya di Desa Setro Rt.02, Rw.10 Gondoriyo, Kecamatan : Bergas, Kabupaten : Semarang. Gula pasir yang di gunakan adalah dengan kriteria berwarna putih bersih sebanyak 1 kg yang didapat dari Toko PADELLA “Grosir & Eceran” yang terletak di JL.Panjaitan Raya no.65 Ungaran. Air yang dipakai adalah air bersih yang didapatkan dari PAM baik pada proses pencucian hingga proses pengolahan.
Alat yang digunakan berupa pisau, panci, kompor, baskom, timbangan, blander, sendok, gelas jam dan cup plastik.
2. Uji Kadar Vitamin C
Bahan yang digunakan untuk uji kadar vitamin C adalah larutan dye (diklorofenol indofenol), larutan asam oksalat 2 %, larutan standar vitamin C, jam rosella.
Alat yang digunakan meliputi corong, gelas ukur, bekerglas, buret mikro, labu ukur, Erlenmeyer, kertas saring, pipet volume.
3. Penyimpanan
Bahan yang disimpan adalah jam rosella sedangkan alat yang digunakan untuk penyimpanan adalah tempat pendingin (Refrigerator) dengan merek Toshiba Glacio, tipe / model GR-G 170.


4. Kemasan
Bahan yang digunakan dalam pengemasan jam rosella adalah gelas jam yang terbuat dari kaca bening dengan ukuran 100 g dan cup yang terbuat dari plastik yang bening dengan ukuran 100 g.
Alat yang digunakan dalam pengemasan jam rosella adalah gelas jam dan cup plastik.
5. Uji Organoleptik
Bahan yang digunakan dalam uji organoleptik adalah jam rosella dan air sebagai penetral mulut.
Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah cawan kecil untuk tempat penyajian jam, gelas untuk penyajian air mineral sebagai penetral mulut, sendok kecil untuk menyicip jam.
E. Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan uji kadar vitamin C dan daya terima jam rosella. Jam akan disimpan pada suhu dingin dengan dua perlakuan kemasan yaitu gelas jam dan cup plastik yang akan disimpan dengan variasi lama penyimpanan 0 hari sebagai control, 5 hari, 10 hari dan 15 hari.
1. Analisa Proksimat
Analisa proksimat ini dilakukan untuk mengetahui kadar air, karbohidrat, protein,lemak, total serat dan abu. Pada kelopak bunga rosella yang nantinya akan digunakan dalam pembuatan jam rosella. Analisa proksimat bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi bahan awal yang digunakan sehingga dapat diketahui ada tidaknya perbedaan kandungan gizi setelah mengalami perlakuan.
2. Pembuatan Jam Rosella
Kelopak bunga rosella dipilih sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan (sortasi). Selanjutnya dicuci dan di blander dengan penambahan air 10 persen. Kemudian dimasak dan ditambahkan 50 persen. Kecilkan api sambil diaduk pelan - pelan hingga mengental, ukur kadar gulanya (65 – 68 %) dengan menggunakan refraktometer, pH 3,1 – 3,5 jika pHnya belum asam maka dapat ditambahkan asam sitrat sebagai pengasam.
Untuk diagram proses pembuatan jam rosella terdapat pada lampiran 1.
3. Prosedur Pengemasan
Kemasan disterilisasi dengan direbus dalam dandang sarangan (prinsip penguapan) selama kurang lebih satu jam kemudian setelah jam jadi dan siap dikemas maka gelas jam dan cup plastik diambil dan siap untuk melakukan pengemasan. Setelah jam dikemas dilakukan pasteurisasi terlebih dahulu yaitu dipanaskan pada suhu kurang dari 1000C atau pada suhu 65 – 780C selama 30 menit, jam siap disimpan.
4. Prosedur Penetapan Kadar Vitamin C Menurut Apriantono, et.al (1989)
a. Standarisasi Larutan Dye
Dipipet 5 ml larutan vitamin C ke dalam labu Erlenmeyer kemudian ditambah dengan dua ml asam oksalat 2% lalu dititrasi dengan larutan Dye sampai berwarna merah jambu yang tertahan 5 detik.
b. Persiapan Sample
Ditimbang 5 g sample dalam beker glas lalu dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, diencerkan dengan asam oksalat 2 % dengan penambahan secara kuantitatif dan dikocok hingga homogen. Kemudian disaring dengan kertas saring dan residunya dibuang. Kemudian dipipet 5 ml dan ditambah 2 ml larutan asam oksalat 2 % yang dimasukkan dalam labu ukur 100 ml sehingga total isi 7 ml, lalu dititrasi pelan – pelan dengan larutan Dye sampai titik akhir titrasi yaitu berwarna merah jambu yang tertahan 5 detik.
Perhitungan :
Kadar vitamin C = mg %
100 x factor pengenceran (fp) x ml titrasi Dye sample x mg vitamin C standar

Berat bahan x ml titrasi Dye standar

5. Prosedur Uji Organoleptik Menurut Soewarno T Soekarto (1985)
Pertama para panelis dikumpulkan dan diberi arahan atau penjelasan singkat tentang maksud dan tujuan dilakukan uji organoleptik. Kemudian para penelis dibimbing untuk menempeti ruang uji organoleptik yang bersekat sehingga antara satu panelis dengan panelis lain tidak dapat saling berdiskusi. Selanjutnya sampel diberikan dan panelis mulai menguji sesuai kriteria yang telah ditentukan.

F. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dan terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu lama penyimpanan suhu dingin yang terdiri dari penyimpanan 5 hari, 10 hari dan 15 hari. Faktor perlakuan yang kedua yaitu metode pengemasan yang terdiri dari Pengemasan gelas jam dan Pengemasan cup plastik. Desain percobaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Rancangan Percobaan
A.    Pengolahan dan Analisa Data
Data penelitian di edit, ditabulasi, dan diolah, dengan menggunakan program SPSS. Untuk analisa kadar vitamin C menggunakan uji anova rancangan acak lengkap. Untuk uji organoleptik penilaiannya dilakukan dengan mengisi formulir isian seperti lampiran 2 dengan 5 kriteria penilaian yaitu tidak suka (1), agak tidak suka (2), netral (3), agak suka (4) dan suka (5).
B.     Definisi Operasional
      1.  Rosella
Rosella adalah kelopak bunga sebagai bahan dasar pembuatan jam rosella dengan kriteria kelopak berbulu, berwarna merah, saling berlekatan antara helaian kelopak satu dengan yang lain, utuh dan tidak rusak. Kelopak bunga rosella dipetik dari kebun sendiri (samping rumah) di Ungaran tepatnya di Desa Setro Rt.02, Rw.10 Gondoriyo, Kecamatan : Bergas, Kabupaten : Semarang.
      2.  Jam Rosella
Jam rosella adalah jam yang dibuat dari bubur kelopak bunga rosella dengan penambahan gula pasir 1 : 1 dan ditambah air, melalui proses pemasakan, kemudian diukur kadar gulanya dengan refraktometer, jika kadar gulanya sudah mencapai 65 – 68 % maka jam sudah matang.
      3.  Kadar Vitamin C
Kadar vitamin C adalah kandungan vitamin C dalam jam rosella yang diuji dengan metode oksidimetri dengan satuan mg persen.
      4.  Penyimpanan Suhu Dingin
Penyimpanan jam rosella menggunakan refrigerator dengan merek Toshiba Glacio, tipe/model GR-G 170 dengan suhu berkisar antara 10 – 120C.
      5.  Pengemasan
Pengemasan jam rosella menggunakan kemasan gelas jam berwarna bening dengan ukuran 100 g dan cup plastik berwarna bening dengan ukuran atau volume 100 g.
6.  Uji Organoleptik
Organoleptik adalah uji penerimaan jam rosella dengan variasi waktu dan kemasan yang diuji oleh panelis agak terlatih yaitu mahasiswa DIII Gizi dan mahasiswa S1 Teknologi Pangan sebanyak 20 panelis dengan uji Hedonik.

DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Apriantono, Anton. 1984. Penggolongan Tempe, Tauco, Oncom, Asinan, Manisan (Buah, Jam, Jelly)Teknologi Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor

Buckle, K.A, dkk. 1987. Ilmu Pangan. Di terjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta

Desroiser, Norman W. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia (UI-PRESS). Jakarta

Hidayat, Syamsul dan Tim Flora. 2008. Khasiat Herbal. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Mardiah, dkk. 2009. Budi Daya dan Pengolahan Rosella. PT.AgroMedia Pustaka. Jakarta

Maryani, Herti dan Lusi Kristiana. 2005. Khasiat dan Manfaat Rosella.  Agramedia Pustaka. Surabaya

Rahayu, Winiati.1998. Penuntun Praktikum Organoleptik. Institut Pertanian. Bogor

Roberts, Harris dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung

Soekarto, T. Soewarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Bhratara Karya Angkasa. Jakarta

Sudarmadji, dkk. 2003. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta

Suprapti, M. Lies. 2005. Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal. Kanisius. Yogyakarta

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Syafutri, Merynda Indriyani, dkk. 2006. Sifat Fisik dan Kimia Buah Mangga (Mangifera indica L.) Selama Penyimpanan dengan Berbagai Metode Pengemasan. Vol.XVII No.1 Th.2006